Berhenti Memaksa

Menjadi orang tua, ternyata tidaklah semudah bayanganku semasa masih kuliah.

Membayangkan menjadi orang tua, serasa siap đź’Ż persen, terlebih sering mendapat banyak teori berkaitan dengan dunia pengasuhan.

Namun setelah menjadi orang tua beneran ternyata semua teori yang didapat dulu, tidaklah cukup. Banyak hal yang baru ditemui ketika mengasuh si kecil.

Poin yang ingin saya bagi kali ini adalah terkait dengan “ambisi”orang tua terhadap anak

Pengalaman ini saya dapat ketika si anak sudah masuk di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD). Banyak hal yang sudah mereka dapati. Lingkungan baru, teman baru bahkan pengalaman baru. Semua bersumber dari luar dirinya.

Saya kira setiap orang tua selalu ingin melihat perkembangan anak, baik bakat dan minatnya. Tidak terkecuali saya.

Suatu ketika si kecil mengikuti lomba mewarnai di salah satu even. Entah kebetulan atau apa si kecil dapat juara I. Rasa senang dan bangga tentunya.

Saya berdiskusi bersama suami untuk mendatangkan guru les lukis kerumah. Namun, yang terjadi sebaliknya tidak sesuai keinginan kami.

Justru mendatangkan guru les malah menjadikan si kecil jadi tidak semangat dan kehilangan selera dengan minat menggambarnya. Beberapa kali gurunya datang dan berbagai macam jurus bujuk rayu ala emak sudah ditempuh. Namun masih sama hasilnya nihil. Malahan ia semakin memberontak. Bahkan sikap berontaknya semakin menjadi sewaktu mengikutkan ia mengikuti even lagi. Bagi saya seorang manusia semua yang ia berikan mengecewakan. Di lokasi even pun ia justru memperlihat ya ketidakminatannya.

Sejak saat itu saya terus berfikir ya sudahlah, keinginan saya memupuk bakat dan minatnya dalam dunia seni gambar pupus sudah. Untuk saat ini.

Ahirnya saya mencoba move on dari ekspektasi sebagai orang tua yang menginginkan anaknya banyak prestasi.

Hingga ahirnya sampailah saya pada sebuah kesimpulan yang berdasarkan renungan dan pergulatan batin, mencoba menepiskan apa yang saya sebut sebagai “ambisi” sebagai orang tua.

Saya kira ambisi itulah yang telah menutup kebenaran bahwa anak kita bukan sepenuhnya milik kita. Ia berdiri sendiri dan memiliki kodrat berkehendak. Mau sekeras apapun jika ia punya kehendak maka saya kira tidak bijak jika harus “memaksa” ambisi kita terhadap diri mereka

Pemahaman saya yang keliru pada saat itu, bahwa jika mereka sedang senang mewarnai, semua buku di warnai berjam-jam bersama pewarna mereka, bukan berarti mereka menginginkan menjadi seorang pelukis atau seniman.

Yang kini saya sadari mungkin mereka sedang mengeskpor segala hal. Ingin hal-hal yang baru. Dan saya merasa gagal dalam mengambil kesimpulan yang terlalu cepat terhadap anak saya.

Sungguh ini menjadi pemikiran yang mendalam. Saya tidak habis pikir bagaimana ya caranya menjadikan seorang anak yang masih belia fokus dalam satu bidang demi ambisi orang tua. Apakah anaknya benar-benar mau dalam bidang tersebut. Dengan kata lain dunia kecil mereka. Atau justru kita sedang merampas diri mereka….?

Picture by: NFN

Tinggalkan Komentar